MEDIATANGSEL.COM – Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Kota Tangerang Selatan (SMPN 13 Tangsel) mendapat kehormatan sebagai salah satu peserta dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2025, program global dari OECD yang menilai kemampuan literasi, numerasi, dan sains siswa usia 15 tahun.
Sekolah yang berlokasi di Kecamatan Ciputat ini terpilih secara acak oleh penyelenggara dan menyiapkan 42 siswa untuk mengikuti simulasi dan pelaksanaan ujian utama pada April 2025. Fokus utama dalam PISA 2025 adalah kemampuan sains.
“Kami sempat kaget saat ditunjuk, tapi bersyukur karena ini kesempatan luar biasa. Kami langsung mempelajari standar PISA,” kata Kepala SMPN 13 Tangsel, Avni Apriliyanti, dalam wawancara pada Senin (19/05/2025).
Avni menjelaskan, PISA bukan sekadar menguji kemampuan baca-tulis dan berhitung, tetapi menilai bagaimana siswa memahami konteks, membuat keputusan, dan menyelesaikan persoalan secara logis.
“Literasi bukan hanya membaca, tapi memahami konteks. Numerasi bukan sekadar hitungan, tapi soal pengambilan keputusan. Dan sains melatih siswa berpikir logis,” jelasnya.
Persiapan Sejak 2024
Proses persiapan dimulai sejak Agustus 2024 ketika Kementerian Pendidikan mengundang kepala sekolah dan operator ANBK untuk mengikuti sosialisasi. Tim sekolah memastikan kesiapan teknis, seperti perangkat komputer dengan sistem operasi Windows 10/11 serta jaringan internet stabil menggunakan kabel LAN bantuan Dinas Kominfo Tangsel.
Tim pengajar juga aktif mengikuti pelatihan dari Tim PISA Pusat dan Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Banten. Menurut Avni, keterlibatan seluruh guru sangat penting karena pembelajaran berbasis PISA tidak hanya menyangkut mata pelajaran eksakta.
“PISA ini bukan tanggung jawab guru Matematika atau IPA saja. Semua guru terlibat untuk melatih siswa berpikir kritis dan adaptif,” tegasnya.
Seleksi Ketat dan Dukungan Inovatif
Sebanyak 42 siswa kelahiran 2009 dipilih secara acak dari daftar 100 siswa melalui sistem yang menyesuaikan kriteria tertentu, termasuk memastikan tidak ada kebutuhan khusus seperti autisme atau slow learner. Proses seleksi dilakukan satu bulan sebelum pelaksanaan ujian pada 22 April 2025.
Sekolah juga menjaga kebijakan disiplin terkait penggunaan gadget. Ponsel dilarang dibawa ke sekolah, kecuali untuk kebutuhan pembelajaran dengan izin khusus.
“Kami tetap membuka ruang inovasi guru dengan aplikasi digital, tapi tetap memperhatikan kondisi siswa dan komunikasi dengan orang tua,” ujar Avni.
Motivasi untuk Masa Depan
Meski hasil resmi PISA 2025 belum diumumkan, pengalaman ini menjadi bekal penting bagi sekolah dan para siswa. Pada edisi sebelumnya, Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 80 negara.
“Kami tidak mengejar peringkat, tapi ingin membekali siswa dengan kemampuan berpikir kritis untuk menghadapi dunia yang cepat berubah,” pungkas Avni. [Adv]