Oleh: Agam Pamungkas Lubah
Dalam buku: Profil Sejarah, Budaya, dan Pariwisata Gowa, yang ditulis oleh akademisi Unhas, Adi Suryadi Culla, Zainuddin Tikka, dan Syahrul Yasin Limpu, dikisahkan I Fatimah Daeng Takontu. Putri tunggal raja Gowa Sultan Hasanudin pergi meninggalkan Makasar ke Banten menyusul saudara-saudaranya seperti Karaeng Galesong, Karaeng Bontomaranu, dan Syeh Yusuf al Makasari yang sudah terlebih dahulu meninggalkan Gowa usainya penandatanganan Perjanjian Bongaya 1667 yang menandakan tunduknya Gowa pada pemerintahan VOC.
Ia tiba di Banten pada tahun 1671 di usia 12 tahun dengan membawa ratusan pasukan elite wanita Gowa yang dikenal dengan Pasukan Bainea (pasukan wanita) dan terkenal juga akan keahlian bertempurnya di laut. Sampai di sini jangan tanya, apa mungkin 12 tahun sudah bisa bertempur? Next episode akan saya urai khusus untuk wanita dengan julukan Garuda Betina dari Timur ini.
Kembali ke laptop! Setibanya Fatimah di Banten, ia disambut baik penuh suka cita oleh Sultan Banten dan kerabatnya yang memang sudah mendengar kehebatan-kehebatan beliau dalam bertempur melawan VOC di laut Ambon dan Bima. Ia juga disambut hangat oleh keluarganya yakni Syech Yusuf dan Karaeng Galesong (kakaknya) yang berharap-harap cemas.
Kehadiran Fatimah di Banten yang mendapat sambutan hangat di kerajaan membuat Syech Yusuf al Makasari yang saat itu tengah menjabat sebagai Penasehat Agung Kesultanan tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini untuk melakukan pernikahan politik antara Gowa dan Makasar yang sama-sama anti VOC.
Saat itu usia Sultan Ageng Tirtayasa 28 tahun dan telah memiliki putra bernama Syarif Abul Al Nashr Abdul Qahar (Sultan Haji) dari pernikahannya bersama Ratu Adi Kasum.
Karena pernikahan politik ini dianggap penting, maka menikahlah Sultan Ageng Tirtayasa dengan I Fatimah Daeng Takontu dan dikaruniai tiga orang anak. Masing-masing bernama Pangeran Arya Purbaya, Arya Abdul Alim, dan Arya Ingayudipura. Lalu kemudian I Fatimah Daeng Takontu mendapat gelar dengan sebutan Ratu Ayu Gede/Nyai Gede Ayu.
Di sinilah berita itu dirahasiakan oleh kerabat kesultanan maupun VOC sampai sekarang mengenai siapa ‘Ratu Gede Ayu’ yang menjadi isteri ke dua dari Syarif Abul Fath Abu Fattah/Sultan Ageng Tirtayasa itu. Bahkan nasab dan silsilahnya pun tidak tertulis di kerabat kesultanan alias gelap. Jelas ini ada hubungannya dengan perseteruan konflik internal pewaris tahta selanjutnya yang melahirkan Perang Saudara Banten 1681-1682, antara Sultan Ageng Tirtayasa yang dibantu oleh Syech Yusuf al Makasari dan Pangeran Purbaya, melawan Sultan Haji yang didukung oleh kekuatan VOC. ***
B E R S A M B U N G
*Next Judul: Perlawanan Ibu dan Anak (Ratu Ayu Gede/ I Fatimah Daeng Takontu dan Pangeran Purbaya) Terhadap VOC Hingga ke Banten Selatan, Bogor






