Serangan ke Sunda Kalapa (1527)

Oleh: Agam Pamungkas Lubah

Di pesisir utara Jawa Barat, pelabuhan Sunda Kalapa berdiri megah. Kapal-kapal dagang dari berbagai negeri Arab, Gujarat, Tiongkok, hingga Portugis berlabuh di sana. Bagi Kerajaan Sunda, Kalapa adalah nadi kehidupan: pusat perdagangan lada yang harum mewangi hingga ke Eropa.

Namun, berita perjanjian Sunda dengan Portugis menyulut api kemarahan. Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak, yang bersekutu di bawah panji Islam, menilai perjanjian itu sebagai pengkhianatan. Portugis dianggap penjajah yang harus dijauhkan dari tanah Jawa.

Maka, tahun 1527, sebuah pasukan besar bergerak. Dari timur, prajurit Cirebon dipimpin Sunan Gunung Jati. Dari Jawa Tengah, armada Demak yang dipimpin panglima muda Fatahillah (Falatehan) ikut serta. Lautan dan daratan dipenuhi pasukan yang bertekad menguasai Sunda Kalapa.

Benteng Sunda Kalapa berdiri gagah, namun pertahanan rapuh. Pasukan Sunda tak siap menghadapi serangan gabungan begitu besar. Gelombang demi gelombang serangan menghantam. Panah api melesat, kapal-kapal terbakar, dan suara terompet perang menggema.

Fatahillah memimpin langsung serangan dari laut. Ia menyerukan takbir, membakar semangat prajurit Demak. Dari darat, pasukan Cirebon menekan dengan tombak dan pedang. Prajurit Sunda bertahan mati-matian, tapi jumlah mereka kalah jauh.

Akhirnya, Sunda Kalapa jatuh. Bendera Portugis yang sempat berkibar di pantai diturunkan, digantikan panji-panji Islam. Pelabuhan penting itu berada dalam genggaman Cirebon Demak.

Sebagai tanda kemenangan, nama Sunda Kalapa diganti menjadi Jayakarta yang berarti “kemenangan yang sempurna.” Nama itu kelak berubah menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia kini.

Di balik kemenangan itu, runtuhlah satu lagi sendi kekuatan Kerajaan Sunda. Dari laut, mereka kehilangan pelabuhan utama; dari darat, mereka semakin terjepit. Beberapa dekade setelahnya, Kerajaan Sunda benar-benar runtuh, tinggal legenda dalam naskah dan cerita rakyat.

Kisah serangan Sunda Kalapa adalah titik balik sejarah Nusantara:

Bagi Cirebon dan Demak, ini kemenangan besar melawan kekuatan asing.

Bagi Sunda, ini awal dari akhir kejayaan.

Bagi Indonesia, ini awal lahirnya nama Jakarta. [*]

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *