Oleh: Agam Pamungkas Lubah
MEDIATANGSEL.COM – Sebenarnya ide mengenai Pencanangan Serpong sebagai Kota Pahlawan ini telah lama kami gagas berdua. Ide tersebut muncul sejak 2010 silam lalu saat saya masih menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Tangaerang Selatan dan Tb Sos Renda sebagai Ketua I.
Di berbagai kesempatan kami sering berdiskusi membahas soal sejarah dan aksi-aksi heroik rakyat yang mencoba menentang imperialisme kolonial dan Jepang di wilayah Serpong.
Kami mendata mulai dari aksi perlawanan rakyat Banten terhadap Belanda yang terjadi di seputaran Sampora dan Cilenggang di tahun 1690 sehingga Belanda harus membangun benteng pertahannanya demi menjaga aksi sporadis rakyat Banten di Cilenggang. Benteng tersebut yang kemudian hari di sebut dengan Fort Sampora (sekarang PTPN).
Belum lagi aksi perlawanan Belanda terhadap Jepang di Cilenggang pada Februari 1942 yang mengharuskan Belanda mengebom jembatan Cilenggang pada tanggal 2 Maret 1942 demi menghalau laju pasukan Jepang memasuki wilayah Tangerang.
Empat tahun berselang dari peristiwa pengeboman jembatan Cilenggang tepatnya tanggal 25 Januari 1946, di sebuah perkebunan karet wilayah Lengkong Serpong terjadi peristiwa heroik yang menggugurkan 34 Taruna Militer dan 3 Perwira. Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan Peristiwa Lengkong yang menggugurkan seorang perwira muda berusia 17 tahun yakni, Mayor Daan Mogot.
Belum lagi usai suasana berkabung pemerintah RI atas gugurnya para Taruna Militer dan tiga Perwira di desa Lengkong, masyarakat Serpong kembali dikabarkan dengan adanya aksi pejuang rakyat dari Maja yang tergabung dalam Front Pertahan Sompor yang bermarkas di Cisawo hendak mengusir tentara NICA yang masih menguasai Serpong.
Tepatnya pada tanggal 26 Mei 1946, Rakyat Laskar di bawah pimpinan H Ibrahim dan Abuya Hatim merangsek masuk ke markas pertahanan serdadu NICA di Serpong. Pertempuran yang tak sebanding tersebut menggugurkan 189 nyawa termasuk H Ibrahim dan Abuya Hatim di dalamnya.
Dari semua mata rantai peristiwa sejarah yang terjadi di wilayah Serpong tersebut yang kemudian membuat saya dan sahabat saya Tb Sos Renda menggagas untuk menjadikan Serpong sebagai Kota Pahlawan di 2010. Namun sayang, ide tersebut urung terlaksana.
Ada beberapa faktor utama penyebab dari tertundanya ide tersebut. Pertama usia Tangsel yang baru berdiri 2 tahun dan belum memiliki sistem pemerintahan yang kokoh. Masih banyak kantor-kantor yang ngontrak sehingga alokasi anggaran untuk mendukung ide ini adalah suatu kemustahilan. Kedua, belum terpilihnya wali kota definitif sehingga pengambilan kebijakan masih terasa lemah. Dan ketiga, kurang seriusnya pemerintah dalam mengapresiasi nilai-nilai sejarah kepahlawanan dikarenakan banyaknya tugas yang harus didahulukan saat itu.
Dan kini setelah dua belas tahun berlalu, kami berdua selaku masyarakat yang konsen dengan sejarah dan budaya di kota yang berjuluk Cerdas Modern Religius ini, kembali hadir untuk membangkitkan girah kepahlawanan rakyat Serpong melalui sebuah ide dan gagasan yang sempat terkubur tersebut lewat tagar: PENCANANGAN SERPONG SEBAGI KOTA PAHLAWAN.
Semoga gagasan ini mendapat sambutan yang positif dari Wali Kota Tangerang Selatan dan masyarakat Tangerang Selatan khususnya warga Serpong.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi hamba-hambanya yang selalu istiqomah di jalanNya. Aamiin ya Rabbal’alaamiin.
Yayasan HISTORIA Tangsel
26 Oktober 2023