Oleh: Agam Pamungkas Lubah
Ziarah makam merupakan salah satu tradisi budaya masyarakat kita sejak zaman dahulu. Terutama makam para waliyullah yang dianggap sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.
Namun sayangnya dari sekian banyak peziarah hanya memfokuskan dirinya pada penghuni makam dan bentuk bangunan makam serta cerita-cerita yang mengandung unsur supranatural di dalamnya. Apalagi makam yang belum diketahui dengan pasti siapa penghuninya. Sudah pasti melahirkan spekulasi-spekulasi dari juru kunci makamnya. Sehingga dengan mudah mengatakan bahwa usia makam tersebut sudah berusia ratusan tahun. Penghuninya berasal dari Yaman, Hadramaut, Aceh, Demak, Mataram, Cirebon, Bugis Makasar, dan lain-lain.
Tapi pernahkah kita mencermati corak batu nisan dari makam-makam yang pernah kita ziarahi tersebut dengan teliti? Atau kita terlalu hanyut dengan kekhusukan yang dalam sehingga tak sempat mencermati hal-hal seperti itu?
Padahal untuk mengetahui siapa penghuni makamnya, dari mana asalnya, tahun berapa meninggalnya, serta ngapain beliau di sana, butuh referensi yang lengkap dari ahli waris keluarga, catatan-catatan kepustakaan, tutur masyarakat yang terpercaya, juru kunci makam, serta bukti-bukti pendukung ilmu kepurbakalaan.
Nah, salah satu pendukung ilmu kepurbakalaan adalah: batu nisan. Sebab tanpa batu nisan, alih-alih kita ingin mendapatkan keberkahan dari doa yang kita khususkan kepada penghuni makam, justru yang ada malah mudhorat yang kita peroleh. Iya kalau penghuni makamnya benar-benar orang, kalau ternyata bangkai binatang, gimana coba? Katakanlah orang, tapi kalau ternyata orang tersebut bukan seorang muslim, hanya karena menyandang nama yang memiliki kesamaan nama dengan gelar-gelar bangsawan muslim di tanah Jawa? Apa gak kiamet tuh doa kita?
Nah, agar kita tidak terjebak dalam hal-hal yang saya sebutkan di atas, untuk itu saya mengajak sahabat-sahabat semua agar terlebih dahulu mengenali ragam corak dan typologi batu-batu nisan yang ada di Banten dan Tangerang Selatan. Biar kita tidak salah menafsirkan siapa penghuni makam, dari mana asalnya, dan apa kepentingannya di wilayah tersebut.
Pada dasarnya ilmu purbakala atau arkeologi memiliki berbagai bidang kajian. Sering kali bidang kajian itu dihubungkan dengan periode, yakni Prasejarah, Klasik (Hindu-Buddha), Islam, dan Kolonial.
Sebagai salah satu budaya materi, batu nisan juga memiliki beragam informasi yang terdapat pada batu nisan itu sendiri, mulai dari bentuk, bahan, dan ragam hias.
Kajian saya ini merupakan tinjauan awal untuk mengetahui typologi dan beragam informasi yang dapat diungkap dari inskripsi yang termuat pada batu nisan dengan cara menganalisis keragaman jenis artefak dan data inskripsi, seperti typologi heraldik, iluminasi, dan inskripsi agar kita memperoleh bahan untuk kajian para arkeolog lebih lanjut.
Salah satu tinggalan arkeologi yang sering dibahas adalah makam yang di atasnya terdapat batu nisan. Nah, besar kecilnya atau mewah tidaknya nisan kuno, tergantung status sosial yang bersangkutan. Kalau raja/sultan, penguasa, atau pejabat secara logika tentu nisannya megah dan mewah penuh ukiran atau ornamen. Bahan nisannya batu mahal yang diimpor dari luar daerah atau mancanegara.
Kalau rakyat jelata, tentu nisannya sederhana.
Sementara di mata para arkeolog, semua nisan dipandang sebagai data masa lampau. Nisan kuno tergolong awet karena berbahan batu. Yang penting dari nisan itu, ada tulisan atau inskripsi di dalamnya. Tentu saja menggunakan aksara dan bahasa Arab.
Dalam nisan itu sering kali tertulis siapa yang meninggal dan kapan penghuninya meninggal. Sesuai budaya, tentu saja memakai tahun Hijriah yang kemudian dikonversi ke tahun Masehi.
Biasanya yang bisa membaca aksara Arab itu adalah mereka yang mendalami Epigrafi Islam. Seperti komunitas-komunitas pemerhati sejarah yang memfokuskan pada situs-situs batu nisan kuno, para sejarawan yang ahli di bidangnya, dan arkeolog Islam.
Sementara Epigrafi Islam sendiri diajarkan pada disiplin arkeologi dan beberapa Universitas Negeri Islam di tanah air. Mereka yang mendalami filologi juga bisa membaca inskripsi tersebut.
Kenapa mesti nisan? Karena nisan menjadi salah satu bagian atribut penting dari pemakaman Islam. Karena fungsi nisan sebagai penanda bahwa di tempat tersebut dimakamkan seseorang (Latifundia, 2016:13).
Nisan dalam kajian arkeolog merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan manusia di masa lampau dan dapat dijadikan penelitian untuk mengetahui keberadaan Islam di suatu daerah (Chandra, 2021:163).
Umumnya nisan-nisan kuno yang ada di Indonesia antara satu daerah dengan daerah lainnya memiliki bentuk yang berbeda-beda, kemudian menjadi ciri khas masing-masing daerah (Inagurasi, 2017:38).
Namun secara umum batu-batu nisan zaman dahulu mulai dari pra Islam sampai masuknya Islam di Nusantara berdasarkan typologi dan persebarannya. Dan typologi batu nisan tersebut hanya berasal dari tiga wilayah di Nusantara yang merupakan pengrajin batu nisan terbaik. Masing-masing adalah typologi Aceh, typologi Demak-Troloyo dan typologi Bugis-Makasar (Hasan M. Ambari,1984:104./Muhammad Thoha Idris:Program Studi Arkeologi UI: 1995).
Nah, bagaimana dengan batu-batu nisan yang ada di Banten dan Tangerang Selatan? Dari typologi manakah asalnya? Nantikan sambungannya pada Part 2. ***
Padepokan Roemah Boemi Pamoelang