MEDIATANGSEL.COM – Pusat Kurikulum dan Pembelajaran telah menobatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Kota Tangerang Selatan (SMPN 20 Tangsel) sebagai Model Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi, bersama SD Cikal Lebak Bulus dan SMA Attalia Villa Melati Mas Tangsel.
Pencapaian itu menjadi begitu luar biasa mengingat SMPN 20 Tangsel menjadi satu-satunya sekolah negeri yang terpilih dan mampu bersaing dengan sekolah-sekolah swasta unggulan.
“Aneh, ko’ negeri kayak gini, biasanya swasta. Kalau swasta jangan ditanya. Tetap kita masih banyak kekurangan, tapi minimal kita berani mencoba, berani melangkah, yang penting kita sudah berusaha. Akhirnya kita dijadikan projek percontohan nasional untuk level SMP,” ungkap Heny Khristiani, salah satu guru SMPN 20 Tangsel, saat ditemui pada Senin (29/09/2025).
Heny kemudian menjelaskan, keberhasilan sekolah yang beralamat di Kompleks Permata Pamulang Jalan Betet Raya Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangsel ini, sebagai percontohan pembelajaran berdiferensiasi, adalah karena sukses menerapkan model pembelajaran berbasis projek.
Prinsipnya adalah menghindari assesmen pembelajaran yang melulu memberikan berbagai soal hafalan. Melainkan memberikan projek melalui praktik langsung di lapangan sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran (Mapel).
“Kebanyakan kita projek, performance, kinerja, atau praktik. Ada beberapa yang menggunakan bentuk soal. Jadi efektifnya kita sudah variasi, tergantung dari Mapel-nya masing-masing,” terang Heny.
Begitu juga dengan ujian sekolah untuk kelas 9, juga menghindari soal tertulis, dan sebagai gantinya memberikan tugas berbasis miniriset.
Menurut Heny, kelas 7 dan 8 mendapat tiga proyek, yang mana dalam setiap projek dapat mencakup beberapa Mapel. Sedangkan kelas 9 mendapat dua projek ditambah dengan miniriset.
Lewat projek-projek tersebut, para siswa dapat mengetahui hubungan saling berkesinambungan antara beberapa Mapel. Selain itu proses belajar mengajar juga menjadi lebih efektif dan efisien serta menghemat waktu.
“Misalnya kayak tahun lalu itu, bulan Maret sudah selesai materi, padahal masih ada April, Mei. Jadi justru dengan projek kolaboratif Mapel ini lebih efektif dan efisien,” ungkap Heny.
Untuk miniriset, sejak awal tahun pembelajaran, siswa kelas 9 sudah didorong untuk memilah-milah target penelitian, yang disesuaikan dengan minat masing-masing.
“Misalnya anak senangnya di bahasa, maka nanti dia fokusnya meneliti tentang bahasa, kayak pengaruh bahasa gaul sehari-hari. Kalau dia senangnya IPA, maka dia meneliti IPA, misalnya meneliti pengaruh deterjen untuk pertumbuhan bawang merah,” kata Heny.
“Bukan penelitian semacam S1, tidak ya. Tapi ini benar-benar masih yang sederhana, levelnya anak SMP,” imbuhnya.
Walau mengakui masih banyak kekurangan, Heny berharap program yang sudah berjalan di tahun keempat ini dapat terus ditingkatkan demi memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didik sesuai kurikulum yang berlaku.
“Kita berharapnya pelayanan kepada anak itu berjalan dengan baik, anak itu bisa dilayani secara persona. Lalu lebih mengarah kepada kompetensi anak dan penumbuhan karakter,” tegas Heny. [Adv]